Oleh: Sylva Zahrani
(Siswi PKBM Darus Sa'adah Pekanbaru)
I.
Batu,
bersentakan dalam genjatan hari
melintari jalan-jalan yang tak terhitung berapa putaran
lalu,
melintang kencang batu biru di gengaman sunyi
panas
sekali hari ini membuat anak jalanan tak lagi bernyanyi
tampak
layu, kerut bahkan tak rindu dengan usus
sakit
sekali hari ini, tak satupun yang tertawa
mega
pagi menghilang terbang, panas kerontang
untuk kau
entah
apa yang terusik pada upuk itu
hingga
burung-burung tak lagi bertengger santai
melalang
buana tak tahu kemana
bukankah
itu upuk rumah mereka?
laku
hinggap di atas kamboja
dan
kau selalu tersipu kawan!
II.
Mi,
kemarin aku dapat nilai sempurna untuk filsafat cinta
tapi
tahun ini aku berkaca, bunuh diri kekasih karena cinta
leher
mereka dijerat angan-angan bersama
dikamar
reot berbintang senja
Mi,
dunia ini apa?
pagi
siang atau malam tak ada bedanya
hidup,
mati tak terasa
aku
mencari berita cinta
tapi
dunia selalu memberiku aneka luka lalu duka
dimana
cinta ?
apa
yang tergantung ditangkai kamboja
kata-kata
bijak
apa
ia ada di stasiun kita
tempat
orang meninggalkan hidupnya
lalu
kita tertawa
atau
ada disyurga
tempat
cita-cita kawan
Mi,
kemarin aku dapat nilai sempurna untuk filsafat cinta
ta[pi]
hari ini aku tahu
aku
masih merana mencari dia dalam kubangan makna
Mi.
temani aku mencarinya
tanpa
harus bunuh diri bersama bahagia, kawan!
Tanah
Melayu, 16 Ramadhan 2010
III.
Hembusan debu yang tersyungkur dalam alunan waktu
jam berdentang menebus pori-pori nadi
ntah kapan kita akan ketemu
setelah jauh memandang belokan berliku itu
laut, pasir dan kerikil yang terus berombak
menepis ke alun-alun pantai singasana
peraduan senja menyinari daun kemboja
kelokan waktu, dipersimpangan kerikil
yang tajam dan menghempas debu lautan
marajut kenangan bila kita bertemu kau!
0 komentar:
Posting Komentar